Sabtu, 05 Mei 2012

PERMASALAHAN PENDIDIKAN DI INDONESIA SECARA MAKRO MENURUT SKALA PRIORITASNYA


1.      Masalah Kurang Meratanya Pendidikan
Belum meratanya pendidikan bagi warga Negara merupakan masalah yang belum terselesaikan. Wayan mengemukakan kualitas, proses, dan hasil pendidikan belum merata antara daerah-daerah di tanah air, antar kota, terutama di Jawa dan luar Jawa. Pendidikan di Indonesia saat ini belum dapat mengangkat kualitas hidup warga Negara yang pada umumnya berkemampuan sedang atau kurang. Pendidikan mungkin baru dapat mengangkat mereka yang mempunyai kemampuan unggul saja.
Usaha untuk meningkatkan pemerataan memperoleh pendidikan adalah melalui desentralisasi. Desentralisasi di bidang pendidikan diharapkan dapat meningkatkan partisipasi pemerintah daerah beserta masyarakatnya untuk berperan serta dalam pendidikan. Peran serta masyarakat dapat dilakukan oleh perorangan, kelompok ataupun lembaga, seperti yayasan, organisasi masyarakat, atau pihak swasta.

2.      Masalah Rendahnya Mutu Pendidikan
Masalah ini sangat memprihatinkan, hal ini tercermin dari hasil studi kemampuan membaca untuk tingkat SD yang dilakukan oleh organisasi Internasional Education Achievement (IEA), menunjukkan bahwa Indonesia berada pada urutan ke 38 dari 39 negara peserta studi. Sedang kemampuan matematika SMP di Indonesia berada pada urutan 34 dari 38 negara, untuk kemampuan ilmu pengetahuan alam (IPA) hanya berada pada urutan 32 dari 38 negara peserta. Sedang dari ukuran Hum Dev Indeks menunjukkan rendahnya kualitas SDM Indonesia yakni menunjukkan pada peringkat 109 dari 174 negara.
Upaya peningkatan mutu pendidikan dapat dilakukan dengan pelaksanaan otonomi dan desentralisasi. Hal ini diharapkan masing-masing daerah termasuk warga masyarakatnya lebih terpacu dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam memasuki persaingan global tersebut.

3.      Masalah Efisiensi
Sistem pendidikan dikatakan efisien bila dengan menggunakan segala sesuatu yang serba terbatas namun dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas. Pada hakikatnya masalah efisiensi adalah masalah pegelolaan terutama memanfaatkan sumber dana dan sumber daya yang ada. Hal ini nampak dengan banyaknya murid yang drop out, anak yang belum memperoleh pendidikan, anak yang tinggal kelas, terbelakang dan penyandang cacat atau yang sangat cerdas.
Salah satu upaya untuk mengatasi masalah ini yaitu dengan peran serta perorangan, masyarakat, dan swasta dalam menyelenggarakan pendidikan. Di samping itu diupayakan agar peran serta masyarakat yang tergolong miskin dapat dibantu secara subsidi silang dari masyarakat yang tergolong kaya.

4.      Masalah Relevansi
Relevansi adalah masalah kesesuaian antara hasil pendidikan dengan tuntutan lapangan kerja, kesesuaian antara sistem pendidikan dan pembangunan nasional, serta antar kepentingan perseorangan, keluarga dan masyarakat baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Melalui pendidikan hendaknya dapat dihasilkan generasi yang terampil, cerdas, berpengetahuan luas sehingga dapat berperan dalam menunjang pembangunan nasional di segala bidang.
Untuk memenuhi harapan tersebut diperlukan keterpaduan, antara perencanaan, pelaksanaan dalam pembangunan khususnya di bidang pendidikan, sebagai contoh pendidikan di sekolah harus direncanakan berdasarkan kebutuhan nyata dalam gerak pembangunan nasional serta memperhatikan ciri-ciri ketenagaan yang diperlukan sesuai dengan keadaan lingkungan di wilayah tertentu.

5.      Masalah Lemahnya Manajemen Pendidikan
.Reformasi pemerintah yang terjadi di Indonesia telah mengakibatkan terjadinya penyelenggaraan pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi. Kejadian ini ditandai dengan pemberian otonomi yang luas dan nyata pada daerah termasuk pada manajemen pendidikan. Manajemen yang berpusat pada masa lalu memiliki banyak kendala, misalnya pemberian sarana yang tidak diperlukan.
Upaya untuk meningkatkan mutu manajemen sekolah, diterapkan manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (MPMBS). MPMBS ini merupakan alternatif sekolah dalam program desentralisasi bidang pendidikan. Upaya ini ditandai adanya otonomi luas di tingkat sekolah, partisipasi masyarakat yang tinggi, dan dalam kerangka kebijakan nasional. Otonomi sekolah diberikan agar sekolah dapat mengelola dengan leluasa, mengelola sumber daya dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas, dan sekolah lebih tanggap terhadap kebutuhannya sendiri. Dengan demikian kebutuhan sekolah dapat terpenuhi sesuai dengan kondisi dan situasi yang berkembang di sekolah. Sedangkan masyarakat dituntut berpartisipasi agar mereka lebih memahami pendidikan, membantu serta mengontrol pengelolaan pendidikan.  

. Membangun Hubungan Sekolah dengan Masyarakat

a.      Aktivitas Guru
Guru mengajar di sekolah sudah termasuk dalam membangun hubungan dengan masyarakat. Selain itu aktivitas seperti mengajak peserta didik dalam berbagai acara di mastarakat dapat membangun hubungan sekolah dengan baik dengan masyarakat.

b.      Aktivitas siswa
Membangun hubungan mayarakat dengan siswa dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti bakti social, membantu masyarakat, dll.

c.       Aktivitas Kurikuler
Aktivitas kurikuler seperti pembelajaran dapat di laksanakan dalam lingkungan masyarakat, seperti study banding dapat mempererat hubungan sekolah denagn masyarakat.

d.      Aktivitas ekstrakurikuler
Hubungan sekolah dengan masyarakat juga bisa di bentuk melaui kegiatan ekstrakurukuler seperti palang merah remaja, pramuka, dan kehiatan olahraga.

e.       Aktivitas media massa
Media massa juga berperan dalam membangun hubunagn sekolah dengan masyarakat, seperti pemasangan iklan,dan lain sebagainya.
           



kecemasan

A.    PENGERTIAN KECEMASAN
Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya “anxiety” berasal dari Bahasa Latin “angustus” yang berarti kaku, dan “ango, anci” yang berarti mencekik.
Konsep kecemasan memegang peranan yang sangat mendasar dalam teori-teori tentang stres dan penyesuaian diri (Lazarus, 1961). Menurut Post (1978), kecemasan adalah kondisi emosional yang tidak menyenangkan, yang ditandai oleh perasaan-perasaan subjektif seperti ketegangan, ketakutan, kekhawatiran dan juga ditandai dengan aktifnya sistem syaraf pusat. Freud (dalam Arndt, 1974) menggambarkan dan mendefinisikan kecemasan sebagai suatu perasaan yang tidak menyenangkan, yang diikuti oleh reaksi fisiologis tertentu seperti perubahan detak jantung dan pernafasan. Menurut Freud, kecemasan melibatkan persepsi tentang perasaan yang tidak menyenangkan dan reaksi fisiologis, dengan kata lain kecemasan adalah reaksi atas situasi yang dianggap berbahaya.
Kelly mendefinisikan kecemasan sebagai “kesadaran bahwa kejadian-kejadian yang harus dihadapi terletak di luar jangkauan kesesuaian system konstraknya.” Manusia lebih mudah merasa cemas ketika mengalami kejadian baru. Kecemasan patologis muncul saat konstrak pribadi yang tidak cocok tidak bias ditoleransi lagi sehingga system konstraknya hancur. Konsekuensi fragmentasi Kelly menyatakan bahwa manusia dapat mengatasi subsistem konstrak yang tidak cocok satu sama lain.
Menurut Bryne (1966), bahwa kecemasan adalah suatu perasaan yang
dialami individu, seperti apabila ia mengalami ketakutan. Pada kecemasan
perasaan ini bersifat kabur, tidak realistis atau tidak jelas obyeknya sedangkan
pada ketakutan obyeknya jelas.
Menurut Hurlock (1990), kecemasan adalah bentuk perasaan khawatir,
gelisah dan perasaan-perasaan lain yang kurang menyenangkan. Biasanya
perasaan-perasaan ini disertai oleh rasa kurang percaya diri, tidak mampu, merasa rendah diri, dan tidak mampu menghadapi suatu masalah.
Menurut Kartono (1997), ketidakberanian individu dalam menghadapi
suatu masalah dan ditambah dengan adanya kerisauan terhadap hal-hal yang tidak jelas merupakan tanda-tanda kecemasan pada individu.
Pendapat ahli lain Havary (1997), berpendapat bahwa kecemasan
merupakan reaksi psikis terhadap kondisi mental individu yang tertekan. Apabila orang menyadari bahwa hal-hal yang tidak bisa berjalan dengan baik pada situasi tertentu akan berakhir tidak enak maka mereka akan cemas. Kondisi-kondisi atau situasi yang menekan akan memunculkan kecemasan.
Lefrancois (1980) juga menyatakan bahwa kecemasan merupakan reaksi emosi yang tidak menyenangkan, yang ditandai dengan ketakutan. Hanya saja, menurut Lefrancois, pada kecemasan bahaya bersifat kabur, misalnya ada ancaman, adanya hambatan terhadap keinginan pribadi, adanya perasaan-perasaan tertekan yang muncul dalam kesadaran. Tidak jauh berbeda dengan pendapat Lefrancois adalah pendapat Johnston yang dikemukakan oleh (1971) yang menyatakan bahwa kecemasan dapat terjadi karena kekecewaan, ketidakpuasan, perasaan tidak aman atau adanya permusuhan dengan orang lain. Kartono (1981) juga mengungkapkan bahwa neurosa kecemasan ialah kondisi psikis dalam ketakutan dan kecemasan yang kronis, sungguhpun tidak ada rangsangan yang spesifik. Menurut Wignyosoebroto (1981), ada perbedaan mendasar antara kecemasan dan ketakutan. Pada ketakutan, apa yang menjadi sumber penyebabnya selalu dapat ditunjuk secara nyata, sedangkan pada kecemasan sumber penyebabnya tidak dapat ditunjuk dengan tegas, jelas dan tepat.
Cluster (dalam Douglas, 1990:107) mengungkapkan bahwa kecemasan merupakan reaksi individu yang tertekan dalam menghadapi kesulitan sebelum kesulitan itu terjadi. Seperti yang diungkapkan dalam kamus psikologi oleh Chaplin (1989,32) bahwa kecemasan adalah perasaan campuran berisikan ketakutan dan kekhawatiran mengenai masa-masa mendatang tanpa sebab khusus untuk ketakutan tersebut.
Menurut Kartono (2002: 129), “kecemasan adalah semacam kegelisahan, kekhawatiran, dan ketakutan terhadap sesuatu yang tidak jelas, yang difus atau baur, dan mempunyai ciri-ciri yang mengazab pada seseorang”, dapat disimpulkan sebagai perasaan yang tidak tenang. Sedangkan menurut Prasetyono (2007:11) “kecemasan adalah penjelmaan dari berbagai proses emosi yang bercampur baur, yang terjadi manakala seseorang sedang mengalami berbagai tekanan-tekanan atau ketegangan (stress) seperti perasaan (frustasi) dan batin (konflik batin)”. Hampir sama dengan pendapat Kartono, Prasetyono juga menjelaskan bahwa kecemasan adalah keadaan emosi yang tidak stabil,atau perasaan yang tidak tenang.
Dan menurut Laksmiwati (1999:37) “kecemasan adalah keadaan emosi yang tidak menyenangkan disertai perasaan khawatir, perasaan terancam akan datangnya bahaya yang sumbernya tidak jelas dan bisaanya diikuti oleh peningkatan fungsi fisiologis dan bermacam-macam gejala tubuh”. Laksmiwati juga menjelaskan bahwa kecemasan adalah sikap/ perasaan takut/ tidak tenang akan kejadian-kejadian yang belum terjadi. Sikap seperti ini bisaanya dikarenakan trauma atau rasa bersalah terhadap sesuatu.
Selain itu masih ada beberapa pendapat lagi penjelasan tentang pengertian kecemasan diantaranya adalah:
Menurut Homepathy (dalam Ramaiah,2003:81) “kecemasan adalah hasil pikiran tidak nyaman yang bereaksi terhadap keadaan yang kelihatannya negatif bagi seseorang tetapi tidak mengancam secara terbuka”. Kecemasan merupakan “suatu perasaan campuran yang berisikan ketakutan dan keprihatinan mengenai masa-masa mendatang tanpa sebab khusus untuk ketakutannya” (Chaplin,2002). “Rasa cemas juga merupakan keadaan mental yang tidak enak berkenaan karena pikiran-pikiran negatif dengan sakit yang mengancam atau yang dibayangkan” (Hurlock,1978:221). “Cemas juga merupakan suatu perasaan tidak tentram hati (rasa khawatir, dan takut) dan diikuti oleh rasa gelisah” (KBBI edisi kedua,1995:85).
Dari beberapa pendapat ahli dapat disimpulkan bahwa kecemasan adalah suatu keadaan emosional yang tidak menyenangkan dan kekhawatiran yang berlebihan dan diakibatkan oleh rangsangan tertentu sehingga mengalami berbagai tekanan,stress dan pertentangan batin atau konflik batin.

B.     TEORI TENTANG KECEMASAN
  • Eksistensialisme
Kecenderungan biasanya berhubungan dengan rasa murung yang tidak efektif. Anda memilih untuk menjadi khawatir akan sesuatu dimana tidak ada yang dapat anda lakukan mengenai sesuatu itu. Anda menghadapi ketakutan mengenai apa yang mungkin terjadi bukan pada realitas dari apa yang mungkin terjadi bukan pada realitas dari apa yang mungkin terjadi. Ada suatu penolakan umum untuk mengakui kekurangan pengawasan anda atas suatu situasi atau orang.
  • Behaviorisme
Kecemasan adalah sebagai suatu akibat dari penghindaran atau kondisi pelepsan diri. Karena pengalaman-pengalaman yang lalu dengan penguat negatif, ada suatu kecenderungan untuk tidak dengan sengaja mengalami cemas dimana anda menjadi sadar akan perangsang pembeda yang tertentu. Kondisi seperti itu biasanya sebagai akibat dari suatu penolakan atau tuntutan-tuntutan serba sempurna dari orang tua, penggunaan hukuman, bukan hadiah dan pujian. Akibat sekunder dapat berbentuk pemindahan jasmani atau kejiwaan atas ketidakmampuan menghadapi situasi yang menimbulkan kecemasan itu.
  • Psikoanalisa
Timbulnya kecemasan adalah suatu indikasi bahwa mekanisme pertahanan melemah dan anda secara relatif debat kepada suatu daerah yang mengancam. Ancaman itu mungkin timbul dari salah satu id atau super ego anda, dan secara umum kurangnya keharmonisan diantara keduanya.
  • Aktualisasi diri
Kegagalan untuk memenuhi bagian psikologis dari kebutuhan fisiologis dan atau kebutuhan rasa aman kita. Jika bagian psikologis hilang, ada suatu kesadaran atas kurangnya kegairahan untuk hidup. Suatu ketakutan bahwa kehidupan hanya berupa kontes penderitaan.
C.    FAKTOR PENYEBAB KECEMASAN
Banyak faktor yang menyebabkan orang mengalami kecemasan, menurut Kartono (2002: 130) kecemasan disebabkan oleh rasa bersalah dan berdosa serta konflik-konflik emosional yang serius dan kronis berkesinambungan. Frustasi-frustasi dan ketegangan batin. Sedangkan menurut Tallis cemas disebabkan karena situasi tertentu yang dianggap sebagai ancaman karena mengandung satu atau lebih banyak kemungkinan yang buruk. Rasa cemas dapat terjadi karena keadaan mental yang tidak enak berkenaan karena pikiran-pikiran negatif dengan sakit yang mengancam atau yang dibayangkan” (Hurlock,1978:221).
Menurut Ramaiah (2003: 11) ada empat faktor utama yang mempengaruhi kecemasan yaitu:
a.             Lingkungan atau tempat tinggal mempengaruhi cara berfikir tentang diri sendiri ataupun orang lain, hal ini bisa saja disebabkan dengan keluarga, sahabat dan lain-lain. Kecemasan timbul jika merasa tidak aman terhadap lingkungan.
b.            Emosi yang ditekan, kecemasan bisa terjadi jika tidak mampu menemukan jalan keluar untuk perasaan dalam hubungan personal.
c.             Sebab-sebab fisik, pikiran dan tubuh senantiasa berinteraksi dan dapat menyebabkan timbulnya kecemasan.
d.            Keturunan, sekalipun gangguan emosi ada yang ditemukan dalam keluarga-keluarga tertentu, bukan merupakan penyebab penting dari kecemasan.
Dari beberapa pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa kecemasan dapat ditimbulkan oleh konflik-konflik emosional, frustasi-frustasi dan ketegangan-ketegangan batin yang dalam situasi tertentu dianggap sebagai ancaman yang banyak mengandung kemungkinan-kemungkinan yang buruk dari pikiran-pikiran negatif yang timbul.

D.    TANDA-TANDA ORANG CEMAS
Untuk mengetahui kecemasan seseorang dapat dilihat dari gejala dan tanda-tanda yang ada. Menurut Kartono (2002: 130) gejala-gejala pengikut pada kecemasan dan equivalent kecemasan antara lain : gemetar, keringat dingin, mulut jadi kering, membesarnya anak mata atau pupil, sesak nafas, percepatan nadi dan detak jantung, mual, muntah, murus atau diare dan lain-lain. disimpulkan bahwa tanda-tanda orang cemas dilihat dari fisiknya adalah, gemetar, berkedutan, sakit kepala, nafas pendek, pucat berkeringat kedinginan, muntah-muntah, diare, dan sulit menelan.
Eysenck H.J (dalam Hartono, 2003: 13) menyatakan bahwa: orang-orang yang introvert itu memperlihatkan kecendrungan untuk mengembangkan gejala-gejala ketakutan dan depresi, ditandai oleh kecendrungan obsesi, mudah tersinggung, syaraf otonom mereka labil. Menurut penyataan mereka sendiri perasaan mereka gampang terluka, mudah gugupan, menderita rasa rendah diri, mudah melamun, sukar tidur. Disini dapat ditarik kesimpulan bahwa tanda-tanda orang cemas secara psikilogis dapat dilihat dari: mudah tersinggung, mudah gagap, merasa rendah diri, muadah melamun, sukar tidur, takut.
Simtom-simtom somatis yang dapat menunjukkan ciri-ciri kecemasan menurut Stern (1964) adalah muntah-muntah, diare, denyut jantung yang bertambah keras, seringkali buang air, nafas sesak disertai tremor pada otot. Kartono (1981) menyebutkan bahwa kecemasan ditandai dengan emosi yang tidak stabil, sangat mudah tersinggung dan marah, sering dalam keadaan excited atau gempar gelisah.
Sue, dkk (dalam Kartikasari, 1995) menyebutkan bahwa manifestasi kecemasan terwujud dalam empat hal berikut ini.
  1. Manifestasi kognitif, yang terwujud dalam pikiran seseorang, seringkali memikirkan tentang malapetaka atau kejadian buruk yang akan terjadi.
  2. Perilaku motorik, kecemasan seseorang terwujud dalam gerakan tidak menentu seperti gemetar.
  3. Perubahan somatik, muncul dalam keadaaan mulut kering, tangan dan kaki dingin, diare, sering kencing, ketegangan otot, peningkatan tekanan darah dan lain-lain. Hampir semua penderita kecemasan menunjukkan peningkatan detak jantung, respirasi, ketegangan otot dan tekanan darah.
  4. Afektif, diwujudkan dalam perasaan gelisah, dan perasaan tegang yang berlebihan.
Dari pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa tanda-tanda orang cemas dilihat dari fisiknya adalah syaraf otonom labil, gemetar, berkedutan, sakit kepala, nafas pendek, pucat berkeringat kedinginan, muntah-muntah, diare, dan sulit menelan. Tanda-tanda orang cemas secara psikilogis dapat dilihat dari: mudah tersinggung, mudah gagap, merasa rendah diri, muadah melamun, sukar tidur, takut.

E.     JENIS-JENIS KECEMASAN
Menurut Whitehead (dalam Hariyono, 2000: 17), kecemasaan terbagi 3 yaitu:
a.       Kecemasan normal, terjadi sebelum suatu peristiwa penting atau dalam situasi  yang dikenal sebagai pembangkit kecemasan.
b.      Kecemasan fobia, yang ditimbulkan oleh objek atau situasi yang bisanya tidak menyebabkan kecemasan.
c.       Kecemasan mengambang bebas, fenomena fisik dan perasaan terjadi tanpa sebab yang jelas.
Selanjutnya, Jersild (1963) menyatakan bahwa ada dua tingkatan kecemasan. Pertama, kecemasan normal, yaitu pada saat individu masih menyadari konflik-konflik dalam diri yang menyebabkan cemas. Kedua, kecemasan neurotik, ketika individu tidak menyadari adanya konflik dan tidak mengetahui penyebab cemas, kecemasan kemudian dapat menjadi bentuk pertahanan diri.
Menurut Bucklew (1980), para ahli membagi bentuk kecemasan itu dalam dua tingkat, yaitu:
  1. Tingkat psikologis.
Kecemasan yang berwujud sebagai gejala-gejala kejiwaan, seperti tegang, bingung, khawatir, sukar berkonsentrasi, perasaan tidak menentu dan sebagainya.
  1. Tingkat fisiologis.
Kecemasan yang sudah mempengaruhi atau terwujud pada gejala-gejala fisik, terutama pada fungsi sistem syaraf, misalnya tidak dapat tidur, jantung berdebar-debar, gemetar, perut mual, dan sebagainya.
Freud mengemukakan adanya 3 (tiga) macam kecemasan (dalam Corey, 2005:17), yaitu:
a.         Kecemasan Realistis
Adalah ketakutan terhadap bahaya dari dunia luar dan taraf kecemasan sesuai dengan taraf kecemasan yang ada.
b.        Kecemasan Neurotis
Adalah ketakutan terhadap tidak terkendalinya naluri-naluri yang menyebabkan seseorang melakukan suatu tindakan yang bisa mendatangkan hukuman bagi diri sendiri.
c.         Kecemasan Moral
Adalah kecemasan kata hati atau ketakutan terhadap hati nurani yang cenderung merasa berdosa bila melakukan sesuatu yang bertentangan dengan norma-norma moral.
Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kecemasan terdiri dari 3 (tiga) macam  baik kecemasan normal, kecemasan fobia, kecemasan mengambang bebas atau kecemasan realistis, neurotis, kecemasan moral adalah kecemasan kata hati.
Dari penelitian ini kecemasan saat dipanggil ke ruang BK termasuk jenis kecemasan kecemasan realistis adalah ketakutan terhadap bahaya dari dunia luar karena klien berpikiran suatu hal yang negatif yang dilakukan dan menurutnya bertentangan dengan norma-norma atau peraturan.

Tabel Variabel Kecemasan

Variabel
Sub Indikator
Indikator
Kecemasan
1.   fisiologis










2. Psikisis

a.   Detak jantung cepat
b.  Gangguan pernafasan
c.   Berkeringat
d.  Sering buang air kecil
e.   Gangguan pencernaan
f.    Gemetar

a.  Gelisah
b.  Khawatir
c.   Tegang
d.  Takut
e.   Sulit konsentrasi
 f.   Gugup

F.     CARA MENGATASI KECEMASAN
Ada beberapa cara dalam mengatasi kecemasan:
1.        Anda harus menyadari akan ketakutan dan kecemasan
2.        Mengubah saklar dari negatif menjadi positif
3.        Mempersiapkan diri sebelum menjalankan tugas apa pun
4.        Menerima kecemasan sebagai bagian dari hidup manusia
5.        Menceritakan kecemasan anda kepada orang yang empati dan penuh pengertian terhadap kecemasan anda
6.        Tariklah nafas anda melalui hidung dan tahanlah diperut lalu lepaskan secara pelan-pelan melalui mulut minimal 3 kali, dan lakukan hal ini setiap kali anda melakukan tugas di depan publik.