Layanan
konsultasi
2.2.1. Kedudukan
Layanan Konsultasi Dalam
Bimbingan dan Konseling
Pola-17
Plus
Sejak tahun
1993 penyelenggaraan pelayanan Bimbingan dan
Konseling
(BK)
memperoleh perbendaharaan istilah baru yaitu BK Pola-17. Hal ini memberi
warna
tersendiri bagi arah bidang, jenis layanan dan kegiatan pendukung BK di
jajaran pendidikan
dasar dan menengah.
Pada Abad ke-21,
BK Pola 17
itu
berkembang menjadi BK
Pola-17 Plus. Kegiatan
BK ini mengacu
pada sasaran
pelayanan
yang lebih luas, diantaranya mencakup semua peserta didik dan warga
masyarakat.
Layanan konsultasi
merupakan salah satu
jenis layanan dari
BK Pola-17
Plus. Layanan
konsultasi dan layanan
mediasi merupakan layanan
hasil
pengembangan
dari BK Pola 17 Plus. Dengan adanya pengembangan layanan ini,
maka layanan
konsultasi dan layanan
mediasi secara otomatis
menjadi bidang
tugas
konselor dalam pelayanan Bimbingan dan Konseling, khususnya pelayanan
BK
di sekolah.
Menurut Prayitno
(2004: i-ii) butir-butir
pokok BK Pola-17
Plus adalah
sebagai
berikut:
A. Keterpaduan mantap tentang pengertian,
tujuan, fungsi, prinsip dan
asas,
serta landasan BK
B. Bidang Pelayanan BK, meliputi:
B.1. Bidang pengembangan pribadi
B.2. Bidang pengembangan sosial
B.3. Bidang pengembangan kegiatan belajar
B.4. Bidang pengembangan karir
B.5. Bidang pengembangan kehidupan berkarya
B.6. Bidang pengembangan kehidupan keberagamaan
C. Jenis layanan BK, meliputi:
L.1. Layanan Orientasi
L.2. Layanan Informasi
L.3. Layanan Penempatan dan Penyaluran
L.4. Layanan Penguasaan Konten
L.5. Layanan Konseling Perorangan
L.6. Layanan Bimbingan Kelompok
L.7. Layanan Konseling Kelompok
L.8. Layanan Konsultasi
L.9. Layanan Mediasi
D. Kegiatan pendukung BK, meliputi:
P.1. Aplikasi Instrumentasi
P.2. Himpunan Data
P.3. Konferensi Kasus
P.4. Kunjungan Rumah
P.5. Alih Tangan Kasus
E. Format pelayanan:
1. Format Individual
2. Format Kelompok
3. Format Klasikal
4. Format Lapangan
5. Format ”Politik”
Melihat uraian
tentang BK Pola-17
Plus, pada penelitian
ini hanya
membatasi
sesuai dengan judul penelitian. Peneliti hanya menguraikan salah satu
jenis
layanan BK yaitu layanan konsultasi.
2.2.2. Pengertian Layanan Konsultasi BK
Menurut Prayitno
(2004: 1), ”layanan konsultasi adalah
layanan konseling
oleh konselor
terhadap pelanggan (konsulti)
yang memungkinkan konsulti
memperoleh wawasan, pemahaman dan
cara yang perlu
dilaksanakan untuk
menangani
masalah pihak ketiga”. Konsultasi pada dasarnya dilaksanakan secara
perorangan
dalam format tatap muka antara konselor (sebagai konsultan) dengan
konsulti.
Konsultasi dapat juga dilakukan terhadap dua orang konsulti atau lebih
kalau
konsulti- konsulti itu menghendakinya.
Menurut Badan
Standar Nasional Pendidikan
(2006: 6) dijelaskan
bahwa
”layanan konsultasi
yaitu layanan yang
membantu peserta didik
dan atau pihak
lain dalam
memperoleh wawasan, pemahaman, dan
cara-cara yang perlu
dilaksanakan
dalam menangani kondisi dan atau masalah peserta didik”.
Dalam program
bimbingan di sekolah,
Brow dkk (dalam
Marsudi, 2003:
124) menegaskan
bahwa ’konsultasi itu bukan
konseling atau psikoterapi
sebab
konsultasi tidak
merupakan layanan yang
langsung ditujukan kepada
siswa
(klien), tetapi
secara tidak langsung
melayani siswa melalui
bantuan yang
diberikan
oleh orang lain’.
Layanan
konsultasi juga didefinisikan bantuan dari konselor ke klien dimana
konselor
sebagai konsultan dan klien sebagai konsulti, membahas tentang masalah
pihak ketiga.
Pihak ketiga yang
dibicarakan adalah orang
yang merasa
dipertanggungjawabkan konsulti, misalnya
anak, murid atau
orangtuanya.
Bantuan yang
diberikan untuk memandirikan konsulti sehingga
ia mampu
menghadapi pihak ketiga
yang dipermasalahkannya (http://konseling
indonesia.com).
Dari beberapa
pengertian, dapat disimpulkan penulis
bahwa layanan
konsultasi adalah
layanan konseling oleh
konselor sebagai konsultan
kepada
konsulti dengan
tujuan memperoleh wawasan,
pemahaman, dan cara-cara
yang
perlu dilaksanakan konsulti
dalam rangka membantu
terselesaikannya masalah
yang dialami
pihak ketiga (konseli
yang bermasalah). Pada
layanan konsultasi,
dilakukan
melalui dua tahap yaitu tahap konsultasi yang dilakukan oleh konselor
kepada konsulti,
dan tahap penanganan yang
dilakukan oleh konsulti
kepada
konseli/pihak ketiga.
Maka petugas pada
tahap konsultasi adalah
konselor,
sedangkan
petugas pada tahap penanganan adalah konsulti.
2.2.3. Tujuan Layanan Konsultasi BK
Pada dasarnya
setiap kegiatan tidak
akan terlepas dari
tujuan yang ingin
dicapai. ”Tujuan
diberikannya bantuan yaitu
supaya orang-perorangan atau
kelompok orang
yang dilayani menjadi
mampu menghadapi semua
tugas
perkembangan hidupnya
secara sadar dan
bebas” (Winkel, 2005:
32). Layanan
konsultasi
merupakan bagian dari layanan Bimbingan dan Konseling, maka tujuan
dari
layanan ini sepenuhnya akan mendukung dari tercapainya tujuan BK.
Fullmer dan
Bernard (dalam
Marsudi, 2003: 124-125)
merumuskan tujuan
layanan konsultasi
sebagai bagian tujuan
bimbingan di sekolah
adalah sebagai
berikut:
(1)
Mengambangkan dan menyempurnakan lingkungan
belajar bagi
siswa,
orang tua, dan administrator sekolah.
(2)
Menyempurnakan komunikasi dengan mengembangkan informasi
di
antara orang yang penting.
(3)
Mengajak bersama pribadi
yang memiliki peranan
dan fungsi
bermacam-macam
untuk menyempurnakan lingkungan belajar.
(4)
Memperluas layanan dari para ahli.
(5)
Memperluas layanan pendidikan dari guru dan administrator.
(6)
Membantu orang lain bagaimana belajar tentang perilaku.
(7)
Menciptakan suatu lingkungan yang
berisi semua komponen
lingkungan
belajar yang baik.
(8)
Menggerakkan organisasi yang mandiri.
Tujuan
layanan konsultasi sebagaimana dikemukakan oleh Prayitno (2004:
2)
adalah:
(1)
Tujuan umum
Layanan
konsultasi bertujuan agar konsulti dengan kemampuannya
sendiri dapat
menangani kondisi dan
atau permasalahan yang
dialami pihak
ketiga. Dalam hal
ini pihak ketiga
mempunyai
hubungan yang
cukup berarti dengan
konsulti, sehingga
permasalahan yang
dialami oleh pihak
ketiga itu setidaknya
sebahagian
menjadi tanggung jawab konsulti.
(2)
Tujuan khusus
Kemampuan sendiri yang
dimaksudkan diatas dapat
berupa
wawasan, pemahaman dan
cara-cara bertindak yang
terkait
langsung
dengan suasana dan atau permasalahan
pihak terkait itu
(fungsi
pemahaman). Dengan kemampuan sendiri itu konsulti akan
melakukan
sesuatu (sebagai bentuk langsung dari hasil konsultasi)
terhadap pihak
ketiga. Dalam kaitan
ini, proses konsultasi
yang
dilakukan konselor
di sisi yang
pertama, dan proses
pemberian
bantuan atau
tindakan konsulti terhadap
pihak ketiga pada
sisi
yang
kedua, bermaksud mengentaskan masalah yang dialami pihak
ketiga
(fungsi pengentasan).
Demikian juga
Dougherty (dalam Sciarra,
2004: 55) mengungkapkan
’tujuan
konsultasi, yaitu : (1) The goal of all consulting is to solve problems (2)
Another
goal of consulting is to improve the consultee’s work with the client and,
in turn,
improve the welfare
of the clien’.
Dari ungkapan tersebut
dijelaskan
bahwa tujuan
konsultasi adalah mengatasi masalah dan
konsultasi untuk
meningkatkan kerja
konsulti kepada konseli
yang pada akhirnya
mencapai
kesejahteraan
konseli.
2.2.4. Komponen Layanan Konsultasi BK
Dari
definisi layanan konsultasi, dijelaskan bahwa dalam proses konsultasi
akan
melibatkan tiga pihak, yaitu konselor, konsulti, dan pihak ketiga/konseli. Hal
ini
seperti pendapat Dougherty (dalam Sciarra, 2004: 55) ’consulting is tripartite:
it involves
a consultant, a
consultee, and a
client’ (Berkonsultasi meliputi
tiga
pihak
yaitu melibatkan seorang konsultan, konsulti, dan konseli). Ketiga pihak ini
disebut sebagai
komponen layanan konsultasi. Ketiga
komponen layanan
konsultasi tersebut
menjadi syarat untuk
menyelenggarakan
kegiatan layanan.
Dijelaskan
oleh Prayitno (2004: 3-4), bahwa:
Konselor adalah
tenaga ahli konseling
yang memiliki kewenangan
melakukan pelayanan konseling pada
bidang tugas pekerjaannya.
Sesuai dengan
keahliannya, konselor melakukan berbagai jenis
layanan konseling,
salah satu diantaranya
adalah layanan konsultasi;
Konsulti
adalah individu yang meminta bantuan kepada konselor agar
dirinya
mampu menangani kondisi dan atau permasalahan pihak ketiga
yang (setidak-tidaknya sebahagian) menjadi
tanggung jawabnya.
Bantuan itu
diminta dari konselor
karena konsulti belum
mampu
menangani situasi
dan atau permasalahan pihak
ketiga itu; Pihak
ketiga
adalah individu (atau individu-individu) yang kondisi dan atau
permasalahannya dipersoalkan oleh
konsulti. Menurut konsulti,
kondisi/ permasalahan pihak
ketiga itu perlu
diatasi, dan konsulti
merasa (setidak-tidaknya ikut) bertanggung jawab atas
pengentasannya.
Marsudi (2003:
124-125) menyebutkan bahwa layanan konsultasi
mengandung
beberapa aspek, yaitu:
(1)
Konsultan, yaitu seseorang
yang secara profesional mempunyai
kewenangan untuk
memberikan bantuan kepada
konsulti dalam
upaya
mengatasi masalah klien.
(2)
Konsulti, yaitu pribadi
atau seorang profesional yang
secara
langsung
memberikan bantuan pemecahan masalah terhadap klien.
(3)
Klien, yaitu pribadi
atau organisasi tertentu
yang mempunyai
masalah.
(4)
Konsultasi merupakan proses
pemberian bantuan dalam
upaya
mengatasi
masalah klien secara tidak langsung.
Dalam layanan
konsultasi ini dapat
diperjelas bahwa penanganan
masalah
yang dialami
konseli (pihak ketiga)
dilakukan oleh konsulti.
Konsulti akan
dikembangkan kemampuannya oleh
konselor pada saat
tahap konsultasi
berlangsung, yaitu
mengembangkan pada diri
konsulti tentang wawasan,
pengetahuan, keterampilan, nilai,
dan sikap. Akhir
proses konsultasi ini
adalah
konselor
menganggap bahwa konsulti mampu membantu menangani kondisi atau
permasalahan
pihak ketiga yang setidaknya menjadi tanggung jawabnya.
Konsulti
adalah orang yang ikut bertanggung jawab terhadap masalah yang
dialami pihak
ketiga. Misalnya orang
tua, guru, kepala
sekolah, kakak,
dan
sebagainya. Seorang
konsulti harus bersedia
membantu penyelesaian masalah
pihak
ketiga. Menurut Sciarra (2004: 55) “also, collaboration between consultant
and consultee
is especially important
in the school
setting because it
eases the
burden
on the consultant” (kerjasama antara konsultan dan konsulti menjadi yang
terpenting
di sekolah sebab dapat meringankan beban konsultan).
2.2.5. Asas Layanan Konsultasi BK
Munro, dkk
(dalam Prayitno, 2004:
5) menyebutkan ’ada
tiga etika dasar
konseling yaitu
kerahasiaan, kesukarelaan, dan
keputusan diambil oleh
klien
sendiri (kemandirian)’. Etika
dasar ini terkait
langsung dengan asas
konseling.
Asas
ini juga berlaku pada layanan konsultasi. Ketiga asas ini diuraikan sebagai
berikut:
(1)
Asas kerahasiaan
Seorang konselor
diwajibkan untuk menjaga
kerahasiaan, dengan harapan
adanya kepercayaan
dari semua pihak
maka mereka akan
memperoleh manfaat
dari
pelayanan BK. Oleh karena itu, Mugiarso (2004: 24) mengemukakan bahwa
”asas
kerahasiaan merupakan asas kunci dalam usaha BK, dan harus benar-benar
dilaksanakan dengan
penuh tanggungjawab”. Asas
kerahasiaan pada layanan
konsultasi yang
dimaksudkan adalah menyangkut
jaminan kerahasiaan identitas
konsulti
dan pihak ketiga, dan jaminan kerahasiaan terhadap permasalahan yang
dialami
pihak ketiga.
(2)
Asas kesukarelaan
Kesukarelaan yang
dimaksudkan pada layanan
konsultasi adalah
kesukarelaan
dari konselor dan konsulti. Konselor secara suka dan rela membantu
konsulti untuk
membantu mengarahkan bantuan
pemecahan masalah yang
akan
diberikan kepada
pihak ketiga. Kesukarelaan konsulti
yaitu bersikap sukarela
datang sendiri
kepada konselor, dan
kemudian terbuka mengemukakan hal-hal
yang terkait
dengan konsulti sendiri
dan pihak ketiga
dengan tujuan agar
permasalahan
yang dialami pihak ketiga segera terselesaikan.
(3)
Asas kemandirian
”Pada layanan
konsultasi, konsulti diharapkan mencapai tahap-tahap
kemandirian
berikut: (1) memahami dan menerima diri sendiri secara positif dan
dinamis, (2)
memahami dan menerima
lingkungan secara objektif,
positif dan
dinamis,
(3) mengambil keputusan secara positif dan tepat, (4) mengarahkan diri
sesuai dengan
keputusan yang diambil,
(5) mewujudkan diri
sendiri” (Prayitno,
2004:
8-9).
2.2.6. Operasionalisasi Layanan Konsultasi BK
Layanan konsultasi merupakan suatu proses,
sehingga dalam
pelaksanaannya menempuh tahap-tahap tertentu. Tahap-tahap pelaksanaan
konsultasi hendaklah
dilaksanakan secara tertib
dan lengkap, dari
perencanaan
sampai dengan
penilaian dan tindak
lanjutnya. Hal ini
semua untuk menjamin
kesuksesan layanan
secara optimal. Langkah-langkah tersebut
menurut Prayitno
(2004:
30-31) adalah sebagai berikut:
2.2.6.1. Perencanaan
2.2.6.1.1. Mengidentifikasi konsulti
2.2.6.1.2. Mengatur pertemuan
2.2.6.1.3. Menetapkan fasilitas layanan
2.2.6.1.4. Menyiapkan kelengkapan administrasi
2.2.6.2. Pelaksanaan
2.2.6.2.1. Menerima konsulti
2.2.6.2.2. Menyelenggarakan penstrukturan konsultasi
2.2.6.2.3. Membahas
masalah yang dibawa
konsulti berkenaan
dengan
pihak ketiga
2.2.6.2.4. Mendorong dan
melatih konsulti untuk
: mampu
menangani masalah
yang dialami pihak
ketiga dan
memanfaatkan
sumber-sumber yang ada
2.2.6.2.5. Membina
komitmen konsulti untuk
menangani masalah
pihak
ketiga dengan bahasa dan cara-cara konseling
2.2.6.2.6.
Melakukan penilaian segera
2.2.6.3. Evaluasi
Melakukan evaluasi
jangka pendek tentang
keterlaksanaan
hasil
konsultasi.
2.2.6.4. Analisis Hasil Evaluasi
Menafsirkan hasil
evaluasi dalam kaitannya
dengan diri
pihak
ketiga dan konsultasi sendiri.
2.2.6.5. Tindak Lanjut
Konsultasi lanjutan
dengan konsulti untuk
membicarakan
hasil evaluasi
serta menentukan arah
dan kegiatan lebih
lanjut.
Langkah-langkah
layanan konsultasi dijelaskan sebagai berikut:
2.2.6.1. Perencanaan
Langkah awal
sebelum pelaksanaan layanan,
terlebih dahulu konselor
melakukan perencanaan. Perencanaan dimaksudkan untuk
mempermudah proses
pelaksanaan.
Perencanaan layanan konsultasi meliputi:
2.2.6.1.1. Mengidentifikasi konsulti
Layanan konsultasi melibatkan
pihak yang memiliki
keterkaitan dengan
permasalahan
yang dialami pihak ketiga/ konseli. Pihak terkait inilah yang disebut
konsulti.
Pada pelayanan Bimbingan dan Konseling khususnya di sekolah, pihak
yang
disebut sebagai konsulti adalah sesama konselor, guru bidang studi atau wali
kelas, pejabat
struktural, orang tua
atau saudara dari
siswa, dan petugas
administrator.
Dalam mengidentifikasi konsulti,
tindakan dari seorang
konselor adalah
mengenal konsulti
dengan maksud memperoleh
data yang dibutuhkan
konselor.
Identifikasi dapat
dilakukan dengan wawancara
dan rapport. ”Rapport
adalah
suatu hubungan
(relationship) yang ditandai
dengan keharmonisan, kesesuaian,
kecocokan, dan
saling tarik menarik”
(Willis, 2004: 46).
Untuk menciptakan
rapport, konselor
harus memiliki sikap
empati, mampu membaca perilaku
nonverbal,
bersikap akrab dan berniat memberikan bantuan tanpa pamrih.
2.2.6.1.2. Mengatur pertemuan
Mengatur
pertemuan atau melakukan kontrak yang artinya perjanjian antara
konselor
dengan konsulti. Sebagaimana dalam pelaksanaan konseling perorangan,
terjadi kesepakatan
kontrak waktu dan
tempat pelaksanaan layanan
konsultasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar