A. Pengertian
Psikodrama merupakan suatu cara
untuk mengeksplorasi jiwa manusia melalui aksi dramatik, yang diciptakan dan
dikembangkan oleh J.L Moreno sekitar tahun 1920-an dan 1930-an. Gagasan
itu dikembangkan dari kreatifitas Moreno, setelah banyak bertemu dan membantu
anak-anak, serta cintanya pada spontanitas dan teater. Dia memperkenalkan suatu
pendekatan kelompok dalam era yang menekankan pada pendekatan intrapersonal.
Oleh karena itu, berbagai sumbangannya terhadap lapangan kerja kelompok
(seperti penekanan pada tindakan dan fokusnya pada masa kini dan disini tak
pernah dihargai dengan pantas).
Awal psikodrama dirintis Moreno
pada tahun 1921 di Vienna dalam bentuk teater spontanitas. Melalui
produksi-produksi dramatik, para partisipan yang terdiri dari artis-artis muda
radikal menghibur orang Vienna dengan cara berimprovisasi di atas pentas.
Mereka memainkan lakon yang bersumber dari kejadian-kejadian lokal dalam
berbagai bentuk, layaknya kehidupan surat kabar yang mendramatisasikan kejadian
sehari-hari secara spontan. Moreno menemukan bahwa permainan drama tanpa naskah
dan bagian-bagian adegan tidak diulang, sebaik para anggota dan penonton mengalami
suatu katarsis emosional (peluapan
perasaan-perasaan) sebagai hasil dalam berperan
serta pengamatan peran dramatik. Pendek kata, psikodrama sebagai suatu sistem
formal telah dikonseptualisasikan oleh Moreno, yang menekankan pada kekhasan
pendekatannya melalui pengulangan kehidupan klien, pengulangan ucapan atau
analisis, dan konflik-konflik mereka.
1.
Praktek
Psikodrama dalam Kelompok
Praktek psikodrama berlangsung
secara multimedia. Pertama, terdapat faktor-faktor personal dan fisik
yang harus dipertimbangkan, seperti: sebuah ruangan, seorang pelaku utama,
aktor, sutradara, dan hadirin. Kedua, teknik yang harus dikerjakan
secara metodologis.
Pentas (the stage) merupakan tempat aksi atau
perbuatan berlangsung, yang mungkin berbentuk resmi atau bagian ruangan yang
sederhana.
·
Protagonis
adalah seorang pelaku (subjek) pemeran psikodrama. Ia dapat memainkan banyak
bagian. Di suatu saat ia memainkan bagian berbeda dari diri sendiri, pada saat
lain ia keluar dari babak dan mengobservasi. Tujuan dari protagonis adalah
mengekspresikan secara bebas atas pemikiran-pemikiran, perasaan-perasaan,
kepedulian-kepedulian, dan isu-isu yang relevan dengan peran yang dimainkan
dalam psikodrama. Unsur kunci protagonis adalah spontanitas.
·
Aktor
merupakan orang yang memainkan bagian objek atau orang lain yang berarti dalam
permainan itu.
·
Direktor
atau sutradara adalah sseorang yang mengarahkan protagonis dalam menggunakan
metode psikodrama dalam rangka membantu seseoran untuk mengeksplorasi
masalanya. Sutradara sama dengan pimpinan kelompok dalam pendekatan teoritik.
Teknik yang dipakai dalam
psikodrama bergantung pada banyak variable. Variable penting yang mempengaruhi
penggunaan teknik adalah situasi protagonis, keterampilan sutradara, kemampuan
aktor, besarnya penonton, tujuan sesi dan fase pelaksanaan psikodrama.
Proses psikodrama pada umumnya
berlangsung memalui tiga fase, yaitu
fase pemanasan (warm-up), tindakan (action),
dan integrasi (integration).
(1)
Fase
pemanasan ditandai dengan penentuan sutradara yang siap memimpin kelompok
dan anggota yang siap dipimpin. Proses ini melibatkan aktivitas verbal dan
nonverbal yang dirancang untuk menempatkan setiap orang di dalam
kerangka berpikir pedoman psikodrama dan terkadang membangun kepercayaan
serta atmosfir spontanitas. Fase ini harus mempersiapkan segala sesuatu
untuk masuk pada fase tindakan.
(2) Fase tindakan merupakan
proses yang melibatkan pemeranan kepedulian-kepedulian
protagonis.
Sutradara membantu setiap protagonis yang memilih bekerja “menyiapkan pentas”
untuk adegan khusus di dalam di sini dan kini. Partisipasi kelompok menandai
peranan ego yang membantu dari sesuatu atau orang lain yang berarti di dalam
kehidupan protagonis. Selanjutnya adegan pembukaan yang menggambarkan
protagonis memperoleh kesempatan untuk mengulang kembali peran-peran dan
interaksi dari peristiwa-peristiwa yang berarti. Sutradara mendorong protagonis
untuk berperan sesuai dengan perasaan yang lebih empati atau yang
memproyeksikan perasaan-perasaannya. Target dari seluruh kegiatan ini diarahkan
untuk membantu protagonis mengelaborasi perasaan-perasaannya. Hal terpenting
dalam fase ini adalah bahwa protagonis mengekspresikan emosi-emosi tertekan dan
menemukan cara baru yang efektif untuk bertindak.
(3 )Fase integrasi melibatkan diskusi dan penutupan (closure).
Setelah fase tindakan, protagonis berada dalam ketidakseimbangan dan
membutuhkan dukungan. Sutradara mendorong kelompok untuk memberikan dukungan
dan umpan balik yang konstruktif selama fase ini. Awal fokus umpan balik terhadap
pemeranan bersifat efektif alih-alih intelektual. Aspek-aspek kognitif tentang
ekspresi-ekspresi menonjol yang telah dialami diarahkan terakhir. Umpan balik
sangat penting dari setiap anggota dan protagonis agar tercipta perubahan
peranan dan integrasi. Kelengkapan fase ini adalah menegaskan pada pemahaman
dan integrasi, sehingga protagonis dapat bertindak seimbang ketika berhadapan
dengan situasi yang berbeda.
Sebenarnya banyak teknik
psikodrama, tetapi berikut ini hanya beberapa teknik utama yang dikemukakan.
(a) Creative
imagery, pembayaran kreatif merupakan
teknik pemanasan untuk mengundang peserta psikodrama membayangkan adegan dan
objek yang menyenangkan dan netral. Ide teknik ini membentu peserta menjadi
lebih spontan.
(b) The magic
shop, ini merupakan teknik pemanasan
yang berguna bagi protagonis yang tidak dapat memutuskan atau ragu tentang
nilai dan tujuan mereka. Teknik ini melibatkan penjaga-toko (sutradara atau ego
yang membantu) yang menyediakan kualitas-kualitas khusus. Kualitas tidak untuk diobral,
tetapi dapat ditukar atau berter. Misalnya: wawan sebagai protagonis menginginkan
keterampilan-keterampilan berhubungan dengan orang lain: dia harus menyerahkan
kemarahan yang irasional untuk ditukar dengan keterampilan berhubungan yang
baik.
(c) Teknik
berbicara-sendiri (soliloquy), teknik ini melibatkan
protagonis (klien) menyajikan suatu monolog tentang situasi dirinya.
(d) Monodrama
(autodrama), teknik ini merupakan bentuk
inti terapi gestalt.
Dalam taknik ini, ptotagonis memainkan semua bagian
peranan atau tidak menggunakan ego pembantu.
(e) The double
and multiple double technique.
Teknik double
adalah suatu teknik yang sangat penting dalam psikodrama. Teknik ini terdiri
atas pengambilan peran aktor dari ego protagonis dan membantu protagonis
mengekspresikan perasaan terdalam yang sesungguhnya secara lebih jelas. Jika
protagonis memiliki perasaan ragu, maka teknik multiple double dapat digunakan.
Dalam situasi ini, dua atau lebih aktor menyajikan aspek-aspek yang berbeda
dari kepribadian protagonis.
(f) Role reverals
(pemindahan peran).
Dalam teknik ini
protagionist memindahkan peran dengan orang lain di pentas dan memainkan bagian
orang itu. Umpamanya, Wawan sekarang menjadi Abdul dan bertindak layaknya dia. Teknik
ini mendorong ekspresi konflik-konflik secara maksimum, dan merupakan teknik
inti dari psikodrama.
(g) Teknik
cermin. Dalam aktivitas ini, protagonis
memperhatikan dari luar pentas, sementara cermin ego pembantu memantulkan
kata-kata, gerak tubuh, dan postur protagonis. Teknik ini dipakai pada fase tindakan
untuk membantu protagonis melihat dirinya secara lebih akurat. Sebagai contoh
Wawan sekarang mengetahui melalui cermin Abdul, bahwa dirinya tidak berpikir
jenih dan ragu-ragu atas bayangannya diri sendiri.
B.
Skenario
Psikodrama
Untuk simulasi dibutuhkan
skenario dalam psikodrama yang disesuaikan dengan tujuan. Skenario itu dibuat
oleh konselor, maka konselor pun berperan sebagai sutradara dalam psikodrama
tersebut. Berikut ini adalah psikodrama “Berani
tampil di depan publik’:
Fase Warm-Up
(Berdasarkan informasi dari wali kelas dan guru mata
pelajaran, didapat beberapa siswa yang mengalami kesulitan/gugup ketika
berbicara di depan umum, Wina menunjukan gugup dengan mata yang berkaca-kaca
ketika berbicara di depan orang banyak, Nita menunjukan gugup dengan sering
berkata “Ee”, Nisa menunjukan gugup dengan sering menggelinting-gelinting baju,
Erni menunjukan gugup dengan memutar-mutar pensil, Ufi menunjukan gugup dengan mengulang-ngulang
kata).
(Konselor mengumpulkan siswa-siswa yang bersangkutan
untuk
diberikan bimbingan kelompok).
Konselor :”Assalamualaikum”
Siswa-siswa : “Waalaikumsalam”
Konselor : “Ibu ucapkan terima kasih atas kehadiran
anak-anak, pertemuan kita ini diberi nama bimbingan kelompok. Bimbingan
kelompok merupakan kegiatan yang diikuti oleh sejumlah siswa untuk membahas
permasalahan tertentu yang berguna bagi siswa-siswa
yang mengikuti kegiatan itu, kegiatan bimbingan
kelompok ini dipimpin oleh ibu sendiri selaku guru pembimbing.
Siswa-siswa : “Oh begitu ya bu, (secara serempak)”
Konselor : ”Berdasarkan informasi dari guru dan wali
kelas kalian, bahwa kalian sering mengalami kegugupan ketika sedang berada di depan
orang banyak misalnya ketika kalian berbicara di depan kelas, ditanya oleh guru
di hadapan teman-teman, atau dimintai
pendapat saat diskusi. Bagaimana kalau kita mencoba
berlatih untuk mengurangi bahkan kalau bisa menghilangkan rasa gugup tersebut.
Sekarang ibu akan mengajak kalian untuk bermain peran dimana hal ini dapat
bermanfaat untuk mereduksi (mengurangi) kegugupan yang ada pada diri kalian.
Tema yang ibu berikan adalah tentang lingkungan. Coba wina berperan sebagai
guru, Nisa sebagai siswa pertama, Nita sebagai siswa kedua, Erni sebagai siswa
ketiga, ufie sebagai siswa ke empat. Tapi ibu juga ingin kalian semua dapat
merasakan peran sebagai seorang guru.Disini ibu hanya mengamati dan mungkin
sedikit
akan memberikan komentar ketika kalian bermain
peran”. Ibu berperan sebagai sutradara dan kalian membikin stage berbentuk U.
Fase Tindakan
Siswa : (siswa mulai berdiskusi dan memulai latihan
bermain peran)
Wina : (sebagai guru) “Assalamualaikum”
Siswa-siswa : “waalaikumsalam”
Wina : “Anak-anak kita harus menjaga lingkungan di
sekitar kita agar tetap bersih dan terawat, dan kita juga dilarang membuang sampah
sembarangan agar tidak terjadi banjir, apalagi dimusim hujan seperti sekarang
ini. (Wina berbicara sambil gugup)
Siswa-siswa : “Ya ibu......”
Wina : ”Bagaimana tanggapan yang lainnya, coba
menurut kamu Nisa?”
Nisa : ”Ya bu, sekarang kita memang harus menjaga
lingkungan agar terbebas dari berbagai penyakit”
Wina : ”Ya bagus”.
Konselor : ”Wina sudah cukup bagus, silahkan kamu
kembali ke tempat duduk (beri tepuk tangan untuk kita semua), bagaimana Wina setelah
tadi berperan sebagai guru?”
Wina : ”Duh..............deg-degan banget bu”
Konselor : ”Ya kan itu baru belajar, nanti juga
sudah terbiasa, tapi tadi Wina sudah cukup bagus”
Konselor : “Baik..., sekarang coba Nita bertukar
peran dengan Wina! Wina menjadi siswa, sedangkan Nita sekarang mencoba
berbicara di depan kelas sebagai Guru. Ayo Nita ke depan!
Nita : ”Eee...ssa...ya Bu?”
Konselor : ”Ya, kamu, ayo kamu pasti bisa!”
Nita : (Dengan ragu, mulai beranjak dari kursi
dan menuju ke depan kelas, wajahnya terlihat cemas, tangannya mengepal)
Konselor : ”Ayo mulai!”
Nita : ”Bicara apa ya Bu?”
Konselor : “ Ya temanya sama seperti yang tadi
tentang lingkungan hidup,
bagaimana sudah siap Nita?”
Nita : “Ya bu, Assalamualaikum...”
Siswa-siswa : “Waalaikumsalam”
Nita : “Seperti yang kita ketahui Bandung dikenal
sebagai kota kembang yang sejuk dan asri, namun sekarang Bandung sudah menjadi
kota yang penuh dengan sampah. Oleh karena itu kita sebagai warga Bandung harus
bisa menjaga lingkungan di sekitar kita”
Konselor :”Sudah cukup, ayo tepuk tangan buat Nita”
(Siswa-siswa bertepuk tangan)
Konselor : “ Setelah tadi bertukar peran dengan
Wina, bagaimana
perasaanmu Nita ?”
Nita : “Eee..awalnya saya kaget karena tiba-tiba
disuruh ke depan, tapi
setelah itu saya sedikit berani berbicara di depan
kelas meskipun
belum lancar”
Konselor : “Ya, tidak apa-apa, penampilan kamu sudah
bagus. Memang
perlu waktu dan latihan yang cukup sering untuk bisa
berbicara
lancar di hadapan orang banyak. Ibu yakin kamu pasti
bisa!”
(Beberapa hari berlalu dan tahap demi tahap telah
dilalui dengan proses
bimbingan kelompok dan semua siswa juga telah
merasakan peran sebagai guru
dan siswa).
Fase Integrasi
Konselor : ”Dari pertemuan kita beberapa hari lalu,
ibu mau bertanya apa yang kalian dapatkan dari kegiatan bermain peran itu?Coba menurut
kamu Erni?
Erni : ”Seteslah saya mengikuti bimbingan kelompok
ini, saya menjadi lebih berani ketika berbicara di depan umum”.
Konselor : ”Bagaimana kalau kamu Nita?”
Nita : ”Kalau saya sedikit ada peningkatan jadi
lebih percaya diri kalau berbicara di depan orang banyak”.
Konselor : ”Bagaimana kamu ufie?”
Ufie : ”Sama seperti yang dikatakan teman-teman,
saya menjadi lebih percaya diri”.
Konselor : ”Bagaimana kalian berdua?” (sambil
menunjuk Nisa dan Wina)
Nisa & Wina : ”Sama bu seperti Nita, Erni dan
Ufie”.
Konselor : ”Tampaknya kalian sudah bisa mengurangi
sedikit demi sedikit kegugupan ketika berbicara di depan orang banyak.
Mudahmudahan kegiatan kita ini dapat bermanfaat bagi kita semua”.
Siswa-siswa : ”Terima kasih Bu”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar